18 Feb Mau Sekolah Film? Pertimbangkan Dulu 5 Hal Ini

P

enting gak sih sekolah film? Well, kayaknya pertanyaan ini akan selalu ditanyakan. Oke, sebelum saya menulis lebih jauh, saya perlu membuat sebuah disclaimer dulu: saya tidak sekolah film. Kenapa saya memutuskan tidak sekolah film? Ada dua alasan. Pertama, di masa saya mendaftar kuliah, industri film sedang mengalami transisi ke digital. Alhasil peralatan semakin murah dan membuat film semakin mudah. Saya pun semakin yakin belajar film melalui trial and error membuat film-film pendek. Alasan kedua, saya meyakini bahwa film bukan cuma soal bagaimana cara bercerita, tetapi juga apa yang diceritakan. Itu alasan dan pertimbangan saya memilih jurusan sosial, seperti sosiologi, untuk memperkuat fondasi saya sebagai filmmaker.

Oke, lalu apakah saya menyesal tidak sekolah film? Hmmm, tidak juga. Lantas pentingkah sekolah film? Jawabannya: tergantung. Ya, memutuskan sekolah film atau tidak sangat bergantung dengan apa yang ingin kamu pelajari dan bagaimana caramu belajar. Nah di artikel ini saya akan memaparkan 5 pertimbangan ketika memutuskan sekolah film atau tidak. Jangan khawatir, saya akan memaparkannya seobjektif mungkin agar kalian bisa memikirkannya baik-baik.

Cara Belajar

Tidak semua bisa belajar di dalam kelas. Saya sendiri bukan tipe pelajar yang suka belajar di kelas. Jujur saja, saya tidak menikmati masa-masa sekolah saya . Saya lebih suka belajar di lapangan, membuat percobaan, lalu belajar dari percobaan-percobaan itu. Nah, saya percaya setiap orang punya cara belajarnya masing-masing. Banyak yang suka belajar di kelas, banyak juga yang tidak. Oleh karena itu, sebelum memutuskan sekolah film atau tidak, tanyakan dulu pada dirimu: proses belajar membuat film seperti apa yang kamu sukai.

Tugas

Tugas yang diberikan sekolah film ya tentu membuat film. Dari tugas-tugas itu, kamu harus membuatnya di bawah supervisi dosen. Dengan kata lain, kamu akan menghabiskan banyak waktu membuat film lewat pemantauan orang lain. Jika kamu merasa cara belajar seperti ini yang kamu inginkan, maka sekolah film cocok denganmu. Sebaliknya jika kamu lebih suka belajar dengan ‘lebih liar’ melalui trial and error, bisa jadi sekolah film tidak cocok denganmu.

Gelar

Industri film tidak memandang gelar. Ini yang membedakannya dengan bidang pekerjaan lain, seperti dokter misalnya. Ada banyak pembuat film yang bukan lulusan film, toh mereka tetap bisa bekerja di industri film. Nah, oleh karena itu pastikan kamu masuk sekolah film sungguh-sungguh karena keinginanmu untuk belajar, bukan semata-mata untuk memperoleh gelar, sebab tidak akan ada yang menanyakan gelarmu.

Teknis

Tidak bisa dipungkiri, seperti awal penemuan dan perkembangannya, film adalah bagian dari teknologi, dan teknologi tidak bisa luput dari unsur-unsur teknis di dalamnya. Oleh karena itu, belajar membuat film juga berarti mempelajari unsur-unsur teknis tersebut. Nah, sekarang pertanyaannya kembali ke dirimu: bidang mana yang ingin kamu tekuni nantinya, penyutradaraan kah? Penyuntingan gambar? Penataan kamera? Perekaman suara? Apakah bidang itu membutuhkan banyak pemahaman teknis? Apakah itu membutuhkan dukungan fasilitas-fasilitas yang memadai? Jika ya, maka sekolah film bisa jadi pertimbangan, sebab sekolah film memiliki fasilitas yang tidak bisa kamu dapatkan di tempat lain.

Ilmu Lain

Film berkaitan dengan disiplin ilmu lain. Nah kembali lagi tanyakan pada dirimu, apakah kamu ingin belajar bagaimana bercerita, yang tentu saja berkaitan dengan unsur-unsur teknis dalam film, atau kamu ingin punya pemahaman lain tentang apa yang diceritakan. Jika jawabanmu yang kedua, maka ilmu-ilmu sosial boleh kamu pertimbangkan. Jangan lupa bahwa film selalu terikat dengan perilaku manusia melalui karakter-karakternya, jadi ilmu-ilmu seperti sosiologi, psikologi, antropologi, dll bisa jadi pertimbangan menarik.