4 Adegan Penting dalam Film yang Disensor

Sensor film di Indonesia sudah bukan menjadi hal yang asing. Keberadaannya tercatat sejak zaman penjajahan Belanda untuk menghindari melindungi citra Belanda di hadapan para pribumi.

Dalam perkembangannya, sensor film kini beroperasi di bawah Departemen Kebudayaan dan Pariwisata dan bertugas untuk menyesuaikan tontonan di Indonesia agar sesuai dengan tata nilai bangsa yang unggul.

Tidak jarang film-film impor yang ditayangkan di Indonesia harus menyesuaikan dengan standar Lembaga Sensor Film yang menyebalkan, karena telah mencuri pengalaman penonton dan kerja keras para filmmaker yang mendedikasikan hidupnya untuk membuat film.

Film Indonesia pun tidak luput dari pemotongan adegan yang dikehendaki oleh Lembaga Sensor Film. Pemotongan adegan sekecil apapun sejatinya telah menginterferensi sebuah karya seni dan merenggut pesan yang dibangun secara hati-hati oleh para filmmaker yang terlibat, terlebih jika film yang disensor mengalami pemotongan pada adegan penting dan berjumlah tidak sedikit.

Berikut adalah beberapa contoh film yang terpaksa dipotong agar mendapatkan persetujuan Lembaga Sensor Film untuk di jaringan bioskop Indonesia.

Ave Maryam (12 menit)

Film Ave Maryam ada adegannya yang kena sensor lho! Sepanjang 12 menit!
Ave Maryam karya Robby Ertanto mendapatkan banyak apresiasi pada pemutaran pertamanya di Jogja-NETPAC Asian Film Festival tahun 2018 lalu. Film ini menceritakan tentang konflik batin yang dialami oleh tokoh utamanya, Suster Maryam.

Hal ini disampaikan dengan bahasa yang puitis melalui hubungannya dengan suster lain dan Romo Yosef yang baru saja mengenal Suster Maryam. Film ini juga menceritakan latar belakang suster maryam yang lahir dari keluarga muslim, sehingga hal tersebut memperkuat pergolakan dalam dirinya pada saat konflik batin memuncak.

Ditambah lagi ketika Romo Yosef menunjukkan perasaannya terhadap Suster Maryam. Sayangnya, adegan-adegan tersebut tidak dinyatakan lolos oleh pihak LSF, sehingga pihak pemilik harus rela memotongnya agar dapat ditayangkan di bioskop-bioskop Indonesia.

Menurut halaman Wikipedia yang mencatat dari situs Lembaga Sensor Film, ada dua versi film Ave Maryam. Versi yang dipotong masuk dalam kategori usia 17+, sementara versi utuh masuk kategori 21+.

Film yang akhirnya tayang di bioskop adalah versi yang dipotong. Sementara versi utuhnya hanya ditayangkan di Plaza Indonesia Film Festival.

Midsommar (9 menit)

Midsommar kena sensor dari LSF sepanjang 9 menit
Midsommar merupakan sebuah film horor dengan gaya yang terbilang unik karena tidak mengandalkan latar tempat serba gelap seperti film-film horor pada umumnya. Sebaliknya, film yang menceritakan tentang festival musim panas di Swedia ini memiliki nuansa yang sangat cerah untuk menelusuri teror yang bersembunyi dalam festival tersebut.

Film ini terpaksa dipotong selama 9 menit sebelum ditayangkan di bioskop Indonesia karena tidak memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Lembaga Sensor Film.

Film Midsommar sendiri memiliki versi director’s cut dengan adegan-adegan tambahan yang melengkapi narasi film tersebut. Nampaknya penonton Indonesia hanya bisa bermimpi untuk menonton versi tersebut di layar lebar dan harus bersabar dengan versi film hasil potongan yang ditetapkan oleh lembaga sensor kita.

Hellboy (2 menit)

Hellboy juga salah satu film yang kena sensor
Bisa dibilang film Hellboy karya Neil Marshall adalah salah satu film layar lebar yang mendapatkan porsi pemotongan dan penyensoran adegan paling sadis walaupun hanya berdurasi 2 menit.

Pada awalnya, film ini lolos sensor dengan sedikit “revisi” dari LSF untuk klasifikasi penonton berusia 21 tahun keatas. Namun pihak pemilik film ingin menayangkan Hellboy dengan klasifikasi usia 17 tahun. Oleh karenanya, film ini mendapatkan lebih banyak pemotongan yang dianggap tidak sesuai dengan klasifikasi usia tersebut.

Parasite (2 menit)


Masih ingat dengan film pemenang Palme D’Or yang satu ini? Beberapa bulan lalu, film Parasite mendapatkan banyak pujian ketika ditayangkan di jaringan bioskop Indonesia karena berhasil menceritakan kesenjangan sosial yang penuh intrik dengan nuansa humoris.

Penggambarannya tentang kesenjangan sosial di Korea Selatan ditampilkan secara bertubi-tubi sehingga hal tersebut memicu emosi Kim Ki-Taek ketika ia membunuh bosnya. Walaupun pemicu terbesar datang dari komplain bosnya tentang bau badan khas kalangan kelas bawah, terdapat satu pemicu besar yang tidak bisa kita lihat ketika menonton film tersebut di bioskop Indonesia.

Satu malam sebelum Kim Ki-Taek membunuh bosnya, ia dan keluarganya harus bersembunyi di bawah meja ketika bosnya berhubungan badan di sebelah mereka. Adegan tersebut memberikan motivasi yang lebih kuat baginya untuk merespon perlakuan si bos terhadapnya sehingga emosi Kim Ki-Taek memuncak pada keesokan harinya.

No Comments

Post A Comment
×

Hello! Please contact our team below according to your needs.

× How can I help you?