5 Film Tentang Pentingnya Pendidikan Seksual

Pengenalan alat kontrasepsi terhadap generasi muda memiliki peran yang sangat krusial untuk mengurangi jumlah penularan penyakit seksual, kehamilan pada usia dini, dan kelahiran anak tidak terencana. Oleh karenanya, pendidikan seksual yang memberikan pengetahuan tentang alat kontrasepsi perlu disebarluaskan agar kita dapat mempersiapkan generasi yang sadar terhadap kesehatan reproduksi serta perencanaan kehamilan yang matang.

Pendidikan Seksual: Pengenalan Alat Kontrasepsi

Ironisnya, akses pendidikan seksual di Indonesia saat ini masih sangat terbatas dan akan semakin terbatas dengan adanya Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang masih ramai diperbincangkan. Salah satu poin yang perlu digarisbawahi adalah pembatasan akses terhadap pendidikan seksual (terutama dalam hal pengenalan alat kontrasepsi secara eksplisit) karena hanya dapat dilakukan oleh “petugas berwenang” saja, sehingga penyebaran informasi secara non-formal terancam dipidanakan.

Lantas, bagaimana dengan film-film yang menceritakan tentang aktivitas serta pendidikan seksual? Akankah kebebasan berekspresi melalui film akan dibungkam kembali? Jawabannya memang belum terlihat dengan jelas saat ini, namun berikut adalah 5 film tentang pendidikan seks yang masih bisa ditayangkan melalui layanan streaming maupun bioskop alternatif di sekitarmu.

Come On

Film tentang kontrasepsi dari Filipina, Come On buatan Al-jhun Virgo
Come On merupakan film pendek mumblecore asal Filipina yang menampilkan sepasang remaja saat hendak berhubungan seksual. Keduanya terhenti ketika tidak ada yang membawa kondom, lalu memperdebatkan penggunaan alat kontrasepsi dan penghakiman dari teman sebayanya terhadap pembeli kondom. Percakapan ringan antara mereka berdua juga menyinggung stigma negatif terhadap homoseksualitas karena minimnya pendidikan seks di kalangan anak muda Filipina. Walaupun latar belakang film ini terjadi di Filipina, hal-hal yang disinggung melalui percakapan tersebut tidak berbeda jauh dengan kondisi yang ada di Indonesia. Film Come On karya Al-Jhun Virgo ini dapat ditonton secara gratis di Viddsee.

Dua Garis Biru

Dua Garis Biru merupakan karya debut Gina S. Noer sebagai seorang sutradara film panjang. Melalui film ini, ia memperlihatkan kenyataan pahit tentang minimnya pendidikan seks pada generasi muda Indonesia dan konsekuensi berat yang menghantui keadaan tersebut. Film Dua Garis Biru diawali dengan ketidaktahuan dua siswa SMA tentang perilaku seksual yang aman dan mengakibatkan kehamilan di luar nikah yang memantik pergolakan dalam dua keluarga.

Tidak hanya itu, film ini juga menjelaskan ancaman kesehatan bagi perempuan hamil di bawah umur serta konsekuensi emosional, finansial, dan pendidikan bagi orang tua muda yang harus membina keluarga terlalu dini. Ancaman tersebut bisa saja dicegah dengan sangat mudah apabila pengetahuan akan alat kontrasepsi disampaikan sejak dini oleh pihak keluarga maupun pihak-pihak lain yang memiliki kepedulian terhadap kesehatan reproduksi remaja. Sayangnya, sistem pendidikan kita pun belum mengutamakan diskusi mengenai alat kontrasepsi sehingga film Dua Garis Biru hadir sebagai peringatan bagi kita semua akan pentingnya pemahaman tentang alat kontrasepsi pada remaja.

Sarung Petarung

Usia remaja merupakan waktu yang dipenuhi dengan rasa penasaran terhadap hal-hal berbau seksual. Namun, apakah siswa-siswi SMA sudah dipersiapkan dengan pengetahuan yang cukup tentang penggunaan alat kontrasepsi? Film Sarung Petarung berusaha menjawab persoalan tersebut dengan memperlihatkan sekilas tentang pengetahuan anak SMA mengenai alat kontrasepsi berupa kondom.

Sarung Petarung adalah film dokumenter pendek yang disutradarai oleh Jason Iskandar pada tahun 2007 ketika masih duduk di bangku SMA. Film ini memperlihatkan dialog antar siswa SMA mengenai penggunaan kondom dan pengalaman pribadi yang berkaitan dengan alat kontrasepsi tersebut. Walaupun film ini dibuat lebih dari 10 tahun lalu, kondisi yang ditampilkan rupanya belum banyak berubah. Beberapa diantaranya telah memahami kegunaan kondom, tetapi banyak juga yang masih belum mengerti. Siswa-siswi SMA belum dibekali dengan pendidikan seks yang mendalam dari institusi pendidikan, walaupun semestinya institusi tersebut menjadi pihak yang berperan besar sebagai “petugas berwenang” jika RKUHP telah disahkan.

The Flowers and The Bee

The Flower and The Bee salah satu film tentang seksualitas dan kontrasepsi
Perbincangan mengenai pendidikan seksual di Indonesia masih dianggap tabu dan kerap terlewatkan dalam lingkungan keluarga. Padahal, tidak jarang anak-anak mendapatkan informasi simpang siur mengenai aktivitas seksual dari lingkungan eksternalnya. Monica Vanesa Tedja paham betul tentang kesalahan persepsi yang dapat terbentuk pada anak kecil ketika menyutradarai film pendek berjudul Lebah dan Nektar. Melalui film tersebut, ia memperlihatkan orang-orang dewasa yang menghindari pertanyaan-pertanyaan berbau seksual dari seorang anak kecil. Anak itu pun kebingungan dan terus mencari jawaban dari sumber terdekat yang dapat ia jangkau.

Hal-hal berbau seksual pada dasarnya dapat menjadi subyek yang tabu dalam lingkungan keluarga jika sangat jarang dibahas secara serius dalam lingkup manapun. Perjalanan seorang anak yang mempelajari perilaku seksual tanpa bimbingan pada akhirnya rentan terhadap mispersepsi, sehingga berpotensi mengambil keputusan yang salah ketika beranjak remaja. Cinemapoetica juga pernah membahas film ini berjudul “The Flowers and The Bee: Ketika Anak-anak Bertanya Soal Seks. Film tentang pendidikan seks ini rasanya bisa menyentil bagi orang tua atau kakak yang masih banyak “menutupi” pengetahuan penting ini.

Juno

Film Juno diawali dengan seorang remaja perempuan bernama Juno yang hamil ketika masih berusia remaja. Sayangnya, ia dan pacarnya belum merasa mumpuni untuk membesarkan seorang bayi sehingga mereka harus mencari sepasang orang dewasa yang ingin mengadopsinya. Keraguan pun muncul seiring dengan adanya ikatan emosional yang lebih kuat diantara mereka berdua dalam proses tersebut.

Perjalanan mereka dalam mencari orang tua baru dihiasi dengan kepolosan tentang kehamilan dan seksualitas. Karakter-karakter remaja yang berjuang di film ini mempertanyakan kembali kedewasaan yang diperlukan dalam mengatasi kehamilan tak terencana. Film ini juga menyinggung penggunaan kontrasepsi yang dapat mencegah konsekuensi-konsekuensi jangka panjang dalam kehidupan seorang remaja.

Membuat dan menonton film sejatinya merupakan sebuah bentuk kebebasan berekspresi dalam merespon lingkungan dengan media rekam. Namun, praktik penyensoran yang dilakukan oleh negara akhir-akhir ini sudah cukup membatasi kebebasan tersebut, terlebih jika RKUHP turut membatasi informasi-informasi khusus yang penting dan perlu untuk diperbincangkan di ruang pemutaran alternatif. Kita masih belum dapat melihat perubahan-perubahan seperti apa yang akan terjadi pada alur perfilman di masa depan. Tetapi, untuk sementara ini, tontonlah sebelum menonton itu dilarang.

No Comments

Post A Comment
×

Hello! Please contact our team below according to your needs.

× How can I help you?