06 May 6 ‘Aturan’ Mengedit Film Dengan Efektif Menurut Walter Murch

Walter Murch adalah editor film yang telah memenangkan 3 Oscars. Piala Oscar pertama ia dapat lewat film Apocalypse Now untuk kategori Tata Suara Terbaik. Pada tahun 1997, Murch memenangkan Piala Oscar untuk 2 kategori sekaligus: Tata Suara Terbaik dan Penyuntingan Gambar Terbaik atas sentuhannya di film The English Patient.

Melalui bukunya yang berjudul In The Blink of An Eye, Walter Murch menjabarkan 6 ‘aturan’ mengedit film dengan efektif. Murch menyusun 6 skala prioritas untuk diperhatikan oleh seorang editor film, yaitu: emosi, cerita, ritme, jejak mata, screen direction, dan ruang 3 dimensi.

Emosi (51%)

Menurut Murch, prioritas utama ketika mengedit film bukanlah cerita melainkan emosi. Emosi merupakan modal utama sebuah film yang tak tergantikan. Tanpa emosi, cerita film hanyalah sebuah narasi kosong dan hampa. Tugas utama seorang editor film adalah memastikan penonton merasakan emosi yang sama dengan yang diinginkan oleh pembuatnya. Dengan kata lain, perasaan penonton harus menjadi perhatian utama seorang editor film.

Cerita (23%)

Cerita bersifat dinamis. Sebuah adegan memotivasi adegan berikutnya, lalu adegan berikutnya lagi, dan seterusnya hingga terangkai menjadi kesatuan film yang utuh. Apabila sebuah adegan tak memotivasi adegan berikutnya, maka cerita tidak mengalir. Jika cerita tidak mengalir, film hanya berputar-putar di titik yang sama. Oleh karena itu, editing film harus mampu mendorong cerita maju. Editor film harus cermat mengelola kejutan demi kejutan yang memotivasi adegan berikutnya. Menurut Murch, emosi dan cerita adalah dua prioritas utama.

Ritme (10%)

Empat poin terakhir sebetulnya adalah turunan dari kedua prioritas utama di atas. Keempatnya diletakan di skala lebih bawah bukan karena mereka tidak penting, melainkan karena semuanya masih terkait dengan emosi dan cerita. Menurut Murch, aspek ketiga setelah emosi dan cerita adalah ritme. Murch berpendapat bahwa seorang editor film harus mampu membuat efek ritmik dari sebuah potongan. Dengan ritme yang baik, penonton tak akan memperdulikan urutan yang tidak continuity atau aturan 180’ yang dilanggar.

Jejak Mata (7%)

Potongan harus memperhatikan jejak mata penonton. Coba bayangkan dengan cara ini: untuk menikmati sebuah film, penonton masuk ke ruang bioskop, kemudian menatap sebidang layar raksasa. Di atas bidang layar tersebut, proyektor memproyeksikan sebuah gambar. Di dalam gambar itulah, mise-en-scène sebuah film disajikan. Editor harus berpikir sebagai seorang penyaji informasi-informasi di atas visual-visual yang disajikan di layar. Dengan kata lain, editor film harus mempertimbangkan ke arah mana penonton akan melihat dan meyerap sebuah informasi.

Screen Direction (5%)

Dalam penyutradaraan film, ada aturan-aturan screen direction dasar yang harus dikuasai. Aturan-aturan itu meliputi aturan 180’, aturan 30’, aturan continuity, dll yang berfungsi untuk ‘mengakali’ bidang layar yang sifatnya hanya dua dimensi saja. Aturan ini diciptakan agar penonton tak kebingungan melihat posisi pemain yang berubah-ubah, atau gerakan pemain yang keluar masuk layar. Nah, seorang editor film pun dituntut untuk menguasai aturan-aturan ini terlebih dahulu sebelum melanggarnya untuk tujuan tertentu.

Ruang 3 Dimensi (4%)

Yang menarik dari film sebagai sebuah medium adalah walaupun bidang ‘kanvas’-nya bersifat dua dimensi (layar), tapi apa yang ada di dalamnya bersifat tiga dimensi (ruang). Nah di dalam ruang tiga dimensi ini lah, pemain bergerak, properti diletakan, lokasi diperlihatkan, cahaya dipendarkan, dan semua itu direkam dalam sebuah alat bernama kamera. Oleh karena itu, seorang editor film harus memastikan penonton memahami ruang 3 dimensi yang disorot oleh kamera dan diproyeksikan ke atas layar 2 dimensi.