Sorotan Khusus pada Sinema Indonesia di Far East Film Festival 2024

Far East Film Festival 2024 yang berlangsung antara 24 April – 2 Mei 2024 di Udine, Italia, menjadi panggung yang mengesankan bagi sinema Asia untuk memamerkan karyanya kepada penonton Eropa. Tahun ini, Indonesia mendapatkan sorotan khusus, dengan tampilan komprehensif baik melalui film terbaru maupun klasik, serta sejumlah proyek inovatif yang sedang dalam pengembangan. Mari kita jelajahi lebih detail apa saja yang dihadirkan Indonesia di festival ini.

Sinema Indonesia di Far East Film FestivalTiga Film Indonesia Terbaru

Festival ini menyoroti tiga film Indonesia terbaru yang masing-masing menawarkan perspektif unik dan menarik dalam sinema:

  1. “13 Bom di Jakarta” (2023) – Sutradara Angga Dwimas Sasongko membawa kita ke dalam dunia thriller politik yang intens. Film ini menggali dampak terorisme di Jakarta melalui mata berbagai karakter, memberikan pandangan yang mendalam dan sering kali personal tentang efeknya terhadap masyarakat.
  2. “Ali Topan” (2024) – Dalam karya terbaru Sidharta Tata, kita dihadapkan pada cerita drama yang menangkap esensi kehidupan remaja urban Indonesia. Film ini menyelidiki tantangan dan kegembiraan masa muda di kota besar, dengan narasi yang menarik dan relatable.
  3. “Kereta Berdarah” (2024) – Rizal Mantovani, dikenal atas kemampuannya dalam genre horor, mengajak penonton menjelajahi legenda urban Indonesia melalui kisah mengerikan yang terjadi di sebuah kereta api. Film ini dijamin akan membuat penonton terpaku di kursi mereka dengan twist yang tak terduga.

 

Tiga Film Klasik Indonesia

Festival juga menghormati warisan film Indonesia dengan menampilkan tiga klasik yang telah membentuk industri:

  1. “Kuldesak” (1998) – Film antologi ini, hasil kerjasama empat sutradara terkemuka, menawarkan snapshot dari kehidupan urban di akhir 90-an, dengan cerita yang tumpang tindih dan berkaitan yang mengeksplorasi isolasi dan konektivitas.
  2. “Tjoet Nja Dhien” (1988) – Film epik ini menceritakan tentang perjuangan seorang wanita Aceh yang melawan penjajahan Belanda. Film ini tidak hanya penting secara historis tetapi juga sebagai penceritaan yang kuat tentang ketahanan dan kepemimpinan feminin.
  3. “Surat Untuk Bidadari” (1994) – Garin Nugroho menggunakan format surat untuk mengisahkan perjalanan seorang anak di pedesaan Indonesia yang berhadapan dengan keindahan dan kekejaman alam serta manusia. Film ini adalah eksplorasi visual dan naratif yang mempesona tentang identitas dan tempat.

 

Proyek Indonesia di Project Market

Festival ini menjadi tempat ideal untuk memperkenalkan proyek-proyek film Indonesia yang sedang dalam pengembangan, termasuk:

  • “Four Seasons in Java” oleh Kamila Andini, yang menggambarkan keindahan dan keunikan budaya Jawa.
  • “A Ballad of Long Hair” oleh Giovanni Rustanto, sebuah cerita yang mengambil latar belakang sejarah dan mitologi Indonesia.

 

Proyek dalam Tahap Post-Production

Program “Far East in Progress” tahun ini menyoroti “Tale of the Land” oleh Loeloe Hendra, sebuah proyek yang sedang mencari distributor dan festival untuk penayangannya. “Tale of the Land” diproduksi oleh produser langganan festival film, Yulia Evina Bhara dari KawanKawan Media.

Proyek Studio Antelope di Film Lab

“Ties That Bind”, lab film yang fokus pada ko-produksi Asia & Eropa, tahun ini mengikutsertakan “First Breath After Coma” oleh Jason Iskandar, yang diproduseri oleh Florence Giovani dari Studio Antelope. Proyek ini telah melalui pengembangan lanjutan setelah workshop di Taipei.

First Breath After Coma is a feature film project currently in development. Written & directed by Jason Iskandar. Produced by Florence Giovani.

Sebelum ke “Ties That Bind”, proyek film kedua Jason Iskandar ini telah dikembangkan di beberapa lab internasional seperti SGIFF Film Lab di Singapura, Full Circle Lab di Filipina, dan Produire au Sud di Taipei.

Diskusi tentang Sinema Indonesia

Festival ini juga mengadakan forum dan talkshow mengenai sinema Indonesia dengan kehadiran pembicara seperti Alex Sihar dari Kemendikbud, serta sineas terkemuka seperti Taufan Adryan, Rizal Mantovani, Riri Riza, dan Mira Lesmana. Dalam serangkaian diskusi, pembuat film veteran dan pendatang baru bersama-sama membahas topik seperti evolusi teknik sinematografi, pendekatan naratif dalam film, serta tantangan dan peluang dalam distribusi film.

Penghargaan Lifetime Achievement untuk Zhang Yimou

Penghargaan ini bukan hanya mengakui kontribusi Zhang Yimou dalam memajukan sinema Tiongkok, tetapi juga perannya dalam menginspirasi generasi sineas di seluruh Asia. Karya-karyanya yang telah meraih pengakuan internasional menunjukkan bagaimana sinema dapat menjadi jembatan budaya dan mempengaruhi percakapan global tentang estetika dan politik.

Festival ini mengadakan retrospeksi khusus yang menampilkan beberapa film terbaik Zhang Yimou, yang diikuti dengan panel diskusi tentang pengaruh karyanya dalam konteks sinema dunia.

Dengan serangkaian film, proyek, dan diskusi yang disediakan, Far East Film Festival 2024 menunjukkan komitmen dalam mengangkat sinema Indonesia ke panggung dunia, memberikan platform bagi pembuat film Indonesia untuk bersinar dan memengaruhi audiens global.

No Comments

Post A Comment
×

Hello! Please contact our team below according to your needs.

× How can I help you?