Kenalan Dengan Studio Film A24 Dengan 5 Film Berikut Ini

Kamu suka film-film bernuansa independen seperti Minari (2021), Lady Bird (2017), atau Moonlight (2016)? Dapatkah kamu menebak apa yang sama dari ketiga film tersebut? Betul, ketiga film pemenang penghargaan tersebut merupakan karya A24, salah satu studio film yang berkembang paling pesat di Amerika Serikat.

A24 adalah perusahaan distribusi dan produksi film independen yang berbasis di New York, Amerika Serikat. A24 dikenal memiliki basis penggemar yang cukup kuat karena konsisten membuat film-film dengan tema menantang serta visual yang khas.

Walaupun beberapa di antara karyanya menyinggung topik yang relatif “berat”, karya-karya A24 justru selalu mencuri perhatian karena menitikberatkan pada suara sutradaranya. Alih-alih bermain aman, A24 justru terlihat memberi ruang bagi sutradara untuk menyuarakan apa yang menjadi keresahannya.

Nah penasaran kan? Yuk kita kenalan dengan studio A24 melalui 5 film yang cukup mewakili sepak terjangnya di dunia perfilman:

Minari (2020)

Meski sulit diakses oleh audiens internasional, film yang disutradarai oleh Lee Isaac Chung ini telah membuat para pecinta film di seluruh dunia menunggu dengan antusiasme tinggi.

Bagaimana tidak, film ini tahun lalu berhasil membawa pulang penghargaan U.S. Dramatic Competition Grand Jury Prize dan U.S. Dramatic Competition Audience Award di Sundance Film Festival 2020 dan diprediksi akan memboyong penghargaan di awards season tahun 2021 ini.

Film Minari menceritakan keluarga asal Korea Selatan yang memutuskan pindah ke Arkansas dan memulai kehidupan baru disana. Dibintangi oleh Steven Yeun, Han Ye-Ri, dan Alan Kim, film ‘Minari’ dijamin akan membawa kamu dalam roller coaster emosi yang meremukkan hati tetapi juga menghangatkan!

Lady Bird (2018)

Dibawakan oleh duo aktor yang semakin bersinar di Hollywood, Saoirse Ronan dan Timothee Chalamet, film ‘Lady Bird’ menceritakan tentang dinamika hubungan antara seorang remaja dan cinta di sekitarnya, termasuk pertentangan dengan ibunya sendiri.

Sebagai film debut, sutradara Greta Gerwig mampu menambah daftar film klasik dengan genre ‘coming-of-age’ yang manis dan realistis. Melalui kisah si Lady Bird, kita diajak merasakan cinta di berbagai tempat, keluarga, pasangan, dan persahabatan.

Dari film ini kita belajar: cinta tetap ada di tengah perdebatan yang kekanak-kanakan, cinta terus hadir di antara kesalahpahaman, hanya kita yang perlu menikmatinya selama masih diberikan waktu untuk merasa.

Moonlight (2016)

Kamu mungkin sudah mengenal film ini dari insiden pemberian penghargaan di The 2017 Academy Awards lalu. Namun di balik momen ikonik itu, film ini juga merupakan salah satu film penting yang disumbangkan A24 kepada sinema dunia.

‘Moonlight’ mengikuti pergumulan yang dialami oleh Chiron tentang identitas dan seksualitasnya. Sepanjang film, kita melihat perubahan perspektif yang dialami Chiron selama bertumbuh dewasa, diwakilkan oleh oleh tiga bagian dan karakter dengan umur yang berbeda.

Salah satu pesan kuat film ini adalah: kadang kita diberikan label tertentu tanpa kita sendiri mengerti maksud dari label tersebut. Yang paling penting adalah bagaimana kita tetap jujur dan berpegang teguh pada diri kita sendiri.

Hereditary (2018)

Jika kamu adalah penggemar psychological horror, film debut Ari Aster ini adalah rekomendasi yang tepat. Ari Aster memang dikenal dengan pendekatan yang berbeda dari pembuat film Horror lain di angkatannya.

Ari Aster tidak suka menggunakan jumpscare, melainkan menyisipkan suspense yang membuat penonton was-was, tetapi di saat yang sama ingin tahu apa yang terjadi di adegan-adegan berikutnya.

Film Hereditary memang mengerikan dengan caranya sendiri. Film ini tidak hanya membuat kita takut untuk duduk diam dalam ruangan yang kosong, tapi juga ketika kita berdiri di tengah keramaian. Sungguh film horror yang unik.

A Ghost Story (2017)

Membicarakan A24 rasanya kurang pas jika tidak memasukan A Ghost Story. Film dengan visual yang menawan ini menceritakan tentang C (Casey Affleck) yang mengalami kecelakaan dan terbangun sebagai hantu yang tertutup kain putih dengan lubang di kedua mata.

Berdasarkan penuturan sutradara David Lowery, film ini ingin membawa kita melihat lebih dalam mengenai konsep waktu. Contohnya pada sekuens awal film tersebut, audiens disuguhkan adegan seorang perempuan yang berduka dan memakan sebuah pai selama 9 menit lamanya. Sekuens ini berusaha menyadarkan audiens betapa besarnya peran waktu yang terkadang begitu menyiksa dan menyakitkan, tetapi di sisi lain melegakan dan menyembuhkan.

Dalam sebuah wawancara, David Lowery mendedikasikan film ini untuk mereka yang masih terjebak di masa lalu. Seperti kalimat yang terukir pada posternya, semua ada waktunya, tetapi waktu tidak akan benar-benar bergerak jika kita tidak bangkit untuk ikut berjalan bersamanya. Jadi, apa kamu siap untuk melepaskan masa lalumu? Kira-kira itulah pertanyaan yang disajikan dalam film A Ghost Story.

Tanpa perlu disebutkan secara berulang kali, film-film garapan A24 memang memiliki identitas visual yang khas. Setiap adegan seolah didesain sedemikian rupa untuk menetap di hati penonton.

Mungkin kamu akan terinspirasi untuk menulis cerita baru setelah rangkaian panjang menonton karya A24, mungkin juga kamu akan menangis, tertawa, marah, atau merenung.

Apapun itu, semoga semua karya ini dapat mengubah pandangan kita terhadap dunia menjadi sedikit lebih baik. Hari kian hari.

Tertarik membaca artikel dan rekomendasi lainnya? Yuk klik di sini!

No Comments

Post A Comment
×

Hello! Please contact our team below according to your needs.

× How can I help you?