5 Film Berdurasi 3 Jam untuk Menemanimu Selama di Rumah Aja

“Di Rumah Aja” menjadi sebuah trend sosial dan keharusan yang harus dilakukan kita sebagai masyarakat di tengah masa pandemik ini. Hal tersebut tentunya demi kebaikan bersama untuk mengurangi penyebaran virus Covid-19. Banyak kantor juga sudah menerapkan WFH (Work From Home) sebagai solusi. Namun kegiatan di rumah aja tentunya bisa berubah menjadi membosankan. Melakukan aktivitas keseharian yang monoton, tanpa bisa keluar rumah dengan leluasa. Namun tenang saja, kamu bisa memanfaatkan waktu WFH ini dengan menonton film-film seru. Kebosanan menonton pilihan film-film yang ditawarkan aplikasi streaming selama WFH bisa saja terjadi. Maka dengan banyaknya waktu yang ada sekarang, kamu dapat mencoba menonton film dengan durasi 3 jam atau lebih. Berikut merupakan 5 rekomendasi film dari berbagai negara, yang berdurasi lebih dari 3 jam untuk menghabiskan waktu di rumah:

Yi Yi

Film keluarga yang berhasil membawa Edgar Yang sebagai Best Director di Festival Film Cannes tahun 2000 ini bisa menjadi pilihan menonton kamu. Yi Yi bercerita mengenai masalah dari perspektif tiga generasi sebuah keluarga di Taipei. Mulai dari permasalahan seorang ayah, NJ yang tidak suka dengan pekerjaannya. Kemudian terdapat problematika percintaan yang dialami anak remaja perempuannya, dan masalah dengan teman-teman di sekolah yang dialami oleh anak laki-lakinya yang berusia 8 tahun. Dengan apik, Edgar Yang bisa menggambarkan masalah-masalah sederhana yang sering dialami kita sebagai masyarakat, dengan perwakilan tiga karakter tersebut. Film berdurasi 176 menit ini tentunya dapat menemani WFH kamu.

Once Upon a Time in America

Berikutnya merupakan film klasik ini memiliki durasi 3 jam 49 menit. Jangan kaget dengan durasinya, karena film ini patut ditonton. Once Upon a Time in America, menceritakan kisah persahabatan dari antara dua lelaki yang memimpin sebuah kelompok pemuda Yahudi. Kedua sahabat ini berhasil membangun kelompok Yahudi tersebut menjadi Gangster terkenal di antara organisasi kriminal kota New York. Film terakhir karya filmmaker Italia, Sergio Leone, ini memiliki struktur non linear yang menyuguhkan tutur bercerita yang kompleks. Ditambah scoring dari Ennio Morricone, film ini pun menjadi lebih hidup. Di film ini kamu bisa menikmati kisah persahabatan, cinta, pengkhianatan, keserakahan dan kehilangan. Tentunya dengan penampilan akting yang apik dari Robert De Niro dan James Wood, juga cast lainnya.

Seven Samurai

Untuk rekomendasi film ketiga datang dari Asia Timur. Film Jepang dari tahun 1954 ini merupakan salah satu film paling berpengaruh di sejarah perkembangan film dunia. Film hitam putih ini mengambil latar pada zaman Sengoku di tahun 1587. Bercerita tentang sekolompok samurai yang ditugaskan untuk melindungi sebuah desa petani dari serangan bandit. Dalam 207 menit, Akira Kurosawa dapat menggambarkan hubungan antara kasta ksatria yang berjuang demi kelas petani di desa tersebut. Penonton akan dibawa pada perkembangan cerita kehidupan dari setiap karakter. Tidak hanya itu, Akira berhasil memanfaatkan teknik kamera dan bloking untuk membangun dramatik cerita. Film ini dapat dikatakan sebagai salah satu karya terbaik dari Akira Kurosawa, yang sangat sayang jika kamu lewatkan untuk mengisi WFH.

Blue Is the Warmest Color

Blue is The Warmest Color merupakan salah satu rekomendasi yang rilis dari tahun 2013. Film Prancis ini bercerita mengenai Adele, seorang pelajar SMA dengan kehidupan seperti pelajar pada umumnya. Hingga kehidupannya berubah setelah ia bertemu Emma, sosok perempuan berambut biru. Sejak itu, Ia mulai sadar bahwa ia tertarik dengan sosok perempuan. Kisah cinta sesama jenis yang diangkat dalam film ini, berhasil membuat penonton merasakan empati terhadap kedua karakter. Tentunya hal tersebut dapat dibangun karena akting dari Adele Exarchopoulus dan Lea Seydoux yang terlihat sangat nyata. Abdell Kechiche sebagai sutradara juga berhasil menggambarkan kisah cinta pertama, dan pencarian jati diri dari tokoh Adele yang meninggalkan kesan mendalam di akhir film, bahkan setelah menonton filmnya.

Barry Lyndon

Film ini merupakan salah satu karya Stanley Kubrik yang sangat cermat dari sisi penulisan dan penyutradaraan. Diambil dari novel tahun 1844, karya William Makepeace Thackeray berjudul The Luck of Barry Lyndon. Kubrik menggambarkan kisah dari abad 18 ini lewat jatuh, bangunnya tokoh Barry Lyndon. Film ini berkisah mengenai Barry yang terpaksa masuk ke wajib militer Inggris, yang dalam perjalanannya menjadi seorang penipu. Ia berhasil memikat seorang janda kaya raya Inggris di era itu. Sepanjang film kamu akan dimanjakan oleh komposisi sinematografi yang didesain sedemikian rupa. Fakta menarik juga terdapat dalam produksi film Barry London ini. Kubrik dan DOPnya John Alcott mendapatkan lensa 50mm yang telah dimodifikasi, sehingga mereka dapat menggunakan 100% pencahayaan lilin untuk tata pencahayaan set interior di film tersebut.

No Comments

Post A Comment
×

Hello! Please contact our team below according to your needs.

× How can I help you?