7 Sutradara Muda Berbakat Indonesia Di Bawah 30 Tahun

Meskipun mereka tidak selalu muncul di depan kamera, sosok sutradara merupakan salah satu orang penting dalam pembuatan sebuah film. Tugas seorang sutradara bukan hanya meneriakkan “action”, dan “cut” saja, sebab sutradaralah yang memiliki tanggung jawab atas aspek-aspek kreatif pada tiga fase pembuatan film mulai dari pra-produksi, produksi, hingga paska-produksi. Seorang sutradara memiliki kontrol penuh atas kreasi sebuah film. Tanpa sutradara film yang terampil, sebuah film yang ditulis dengan apik dan diperankan oleh aktor yang baik pun bisa mengalami kegagalan. Berikut merupakan sutradara muda berbakat Indonesia berusia di bawah 30 tahun:

Wregas Bhanuteja

Wregas Bhanutedja sutradara muda berbakat
Pria kelahiran 20 Oktober 1992 (27 tahun) ini, lulus dari FFTV IKJ pada tahun 2014 dengan film pendek Tugas Karya Akhir berjudul “Lemantun”. Melalui film Lemantun, namanya mulai banyak dibicarakan karena film tersebut singgah dari festival ke festival lainnya, salah satunya di Piala Maya untuk Film Cerita Pendek Terpilih tahun 2015. Karyanya yang berjudul “Lemantun” juga meraih penghargaan sebagai film pendek terbaik di XXI Short Film Festival 2015, dan Apresiasi Film Indonesia 2015.

Tidak cukup puas di film Lemantun, Wregas kembali membuat film pendek berjudul “Prenjak”. Film berlatar di Jogja ini mampu mendapatkan beragam penghargaan di festival film internasional. Prenjak di tahun 2016 meraih Best Southeast Asian Short Film di Singapore Film Festival, Best Fiction Short Film di Melbourne International Film Festival (2016), dan yang paling banyak dibicarakan adalah kemenangannya di Cannes Film Festival kategori Discovery Award. Belum lama ini, Wregas kembali meraih prestasi. Filmnya yang berjudul “Tak Ada yang Gila di Kota Ini” akan tayang perdana sekaligus terpilih untuk berkompetisi dalam Busan International Film Festival (BIFF) ke-24 pada tanggal 3-12 Oktober 2019 di Korea Selatan.

Jason Iskandar

Jason Iskandar salah satu sutradara muda pemilik Studio Antelope
Jason Iskandar lahir pada tanggal 1 Februari 1991 (28 tahun), ia memulai karirnya di bidang penyutradaraan pada usia 17 tahun. Film pertamanya berjudul “Sarung Petarung” dengan genre dokumenter itu. Pada saat itu, ia berhasil memenangkan kompetisi dengan judul film “Sarung Petarung” yang telah berhasil memenangkan tiga kategori yaitu Film Dokumenter Terbaik, Film Dokumenter Favorit, dan Dokumenter HIV/AIDS Terbaik di Think Act Change 2007. Di usianya yang masih SMA, ia aktif membuat film. Film pendeknya berjudul “Indonesia Bukan Negara Islam” berhasil memenangkan Festival Film Dokumenter 2009. Pada tahun 2010, filmnya yang berjudul “Territorial Pissings” memenangkan penghargaan sebagai film pendek terbaik di JOGJA-NETPAC Asian Film Festival.

Jason cukup rutin dalam membuat film pendek tiap tahunnya yang disertai dengan penghargaan pula. Seperti film Elegi Melodi (2018) masuk ke nominasi Festival Film Indonesia kategori Film Pendek Terbaik. Selain membuat film, di tahun 2011, Jason mendirikan rumah produksi Studio Antelope. Kabarnya, Jason Iskandar sedang mempersiapkan film panjang perdananya untuk berlayar di bioskop.

Reza Fahriyansyah

Reza Fahriyansyah selain menjadi sutradara ia juga menjadi programmer JAFF
Reza Fahri atau akrab dipanggil Reza Mamat, pria berumur 26 tahun ini telah mencintai dunia perfilman sejak duduk di bangku SMA. Ia kerap membuat video dokumentasi acara sekolah, kemudian ia terlibat dalam pembuatan Festival Film Insomnia yang merupakan ajang khusus pelajar pecinta film se-Jabodetabek. Hingga akhirnya ia semakin serius mengejar ilmu perfilman dengan mengambil pendidikan pada Institut Seni Indonesia jurusan Televisi dan Film di Yogyakarta. Selain menjadi sutradara film, ia kerap bekerja sebagai programmer festival, khususnya Jogja-NETPAC Asian Film Festival.

Dengan semangat dan kegigihannya, film pendek karya Fahriansyah pada tahun 2018 yang berjudul “Kembalilah Dengan Tenang” berhasil diputar di festival film pendek terbesar di dunia, Clermont-Ferrand International Short Film Festival ke 41 di Perancis. Film Kembalilah Dengan Tenang ini merupakan satu-satunya film Indonesia yang berhasil mengukir tinta emas dalam kompetisi bergengsi tersebut. Film tersebut mengangkat isu kekurangan lahan makam di Jogja. Kini, ia dikenal sebagai sineas muda dengan karya yang menggarap isu-isu krusial yang jarang diperbincangkan.

Aditya Ahmad

Aditya Ahmad pembuat film Kado salah satu sutradara muda berbakat
Meski judul artikel ini adalah “Sutradara Muda Indonesia di Bawah 30 Tahun”, tapi salah satu sutradara muda ini patut dipertimbangkan. Aditya Ahmad merupakan sineas muda dari Makassar lahir di tahun 1989 (30 tahun) ini memulai karirnya dengan film pendeknya di tahun 2013 berjudul “Sepatu Baru”. Film pendek ini merupakan tugas akhirnya di Institut Kesenian Makassar telah berhasil meraih penghargaan Special Mention untuk kategori Generation Kplus dari Berlin International Film Festival pada tahun 2014. Selain itu, Sepatu Baru juga memenangkan Film Cerita Pendek Terpilih di Piala Maya (2014).

Sejak saat itulah karirnya kian meroket. Pada tahun 2018, film pendeknya yang berjudul “Kado” berhasil meraih banyak penghargaan festival. Kado memenangkan Film Pendek Terbaik di Piala Citra (2018), dua kategori Youth Jury Award dan Silver Screen Award di Singapore International Film Festival (2018). Penghargaan yang paling banyak mendapatkan sorotan di ajang Venice International Film Festival 2018 untuk memenangkan Orizzonti section pada tanggal 9 September 2018. Aditya menjadi satu-satunya sineas asal Indonesia yang bertarung dengan sineas mancanegara pada Festival Film Internasional Venice yang ke 75 itu.

Rein Maychaelson

Rein Maychaelson sutradara film dan iklan
Rein Samuel Maychaelson Gunawan (26 tahun) memulai karirnya melalui rilisnya film karya populernya adalah “Happiness of the Holy”, dan “Udin Telekomsel”, kedua film tersebut diputar di Jogja NETPAC Asian Film Festival. Pada tahun 2018, Rein memenangkan penghargaan Rising Filmmaker di Popcon Asia. Karya filmnya yang berjudul Udin Telekomsel memenangkan Viddsee Juree Awards pada tahun 2016. Pada tahun 2018, Rein kembali memenangkan Gold Award dalam Viddsee Juree Award lewat film “Errorist of Seasons”. Selama ini beberapa film karya Rein sudah meraih penghargaan pada berbagai ajang bergengsi di festival film internasional, seperti Jogja-NETPAC Asian Film Festival, XXI Short Film Festival, Los Angeles Indonesia Film Festival, Bangkok International Film Festival, Europe on Screen, Viddsee Juree Awards.

Saat ini, Rein selain menyutradarai dan menulis skenario film pendek, ia juga aktif dalam membuat web series, iklan, hingga video musik. Tidak lama ini, Rein bekerjasama dengan Studio Antelope menggarap web series yang dibintangi Rachel Amanda dan Luthfi Aulia.

Makbul Mubarak

Makbul Mubarak dosen UMN dan penulis Cinemapoetica
Sebagian orang yang mengenalnya sebagai penulis di Cinema Poetica dan dosen di salah satu kampus film swasta. Ia merupakan lulusan dari Korea National University of Arts. Di sisi lain, Makbul Mubarak (29 tahun) juga menjadi sutradara film. Film pendek pertamanya yang diproduksi pada tahun 2015 berjudul “Sugih” menjadi film terbaik di XXI Short Film Festival 2016. Film Sugih juga mendapatkan Special Mention dalam kategori International Competition di Thai Short Film & Video Festival (2016).

Di tahun 2017, film pendeknya yang berjudul “Ruah” memenangkan piala citra kategori film pendek terbaik pada Festival Film Indonesia. Film Ruah juga berhasil mendapatkan penghargaan Special Mention Silver Screen Award di ajang bergengsi Singapore International Film Festival pada tahun 2017. Selain membuat film, Makbul juga aktif mengikuti Film Lab, seperti Torino Film Lab. Pada kegiatan Torino Film Lab, ia terpilih untuk membuat film panjang berjudul “Autobiography” dalam kategori FeatureLab Program.

Riza Pahlevi

Riza Pahlevi sutradara film pendek Makmum
Riza Pahlevi merupakan sutradara muda asal Yogyakarta kelahiran tahun 1994. Riza menyukai pembuatan film sejak duduk di bangku SMA. Kecintaannya pada nuansa horor melahirkan ide film pendek berjudul “Makmum”. Film pendek garapannya itu telah diangkat menjadi film layar lebar dengan judul yang sama, dan sudah ditonton lebih dari 800.000 penonton. Sedangkan film pendek “Makmum” yang diunggah pada tahun 2016 di Youtube sudah ditonton lebih dari 20 juta penonton. Meski sempat menuai pro-kontra, film ini berhasil tayang di Malaysia, Singapura, dan Brunei Darussalam. Sebelumnya, film pedek tersebut sudah mendapatkan apresiasi dari berbagai festival film di dalam dan luar negeri. Di antaranya Hellofest, PopCon Award, JOGJA NETPAC Asian Film Festival, hingga The Chrappy International Movie in Suece, Spanyol.

Semoga film Indonesia semakin beragam dengan hadirnya sutradara muda berbakat ini yaa!

No Comments

Post A Comment
×

Hello! Please contact our team below according to your needs.

× How can I help you?